Roti dan susu yang dikenal sebagai panganan wong londo, telah dijadikan makanan pokok Suparto Brata sejak 58 tahun lalu. Tingginya kadar protein dan serat, menjadikan produk olahan tepung itu sebagai ’bahan bakarnya’ dalam berkarya.
Banyak orang tua yang ingin menikmati hidup di usia senja dengan berleha-leha. Tidak demikian halnya dengan Suparto Brata. Pensiunan pegawai negeri sipil Pemkot Surabaya ini, memilih terus berkarya sebagai penulis, saat usianya sudah mencapai 78 tahun, 27 Februari lalu.
Arek asli Surabaya ini dikenal sebagai penulis cerita bersambung dan cerita pendek berbahasa Jawa. Ia juga jago dalam menulis novel berbahasa Indonesia.
Diakuinya, untuk bisa tetap berkarya sampai tua, diperlukan stamina dan kesehatan prima. “Meski cuma membaca dan menulis yang notabene tidak butuh keluar rumah, tetap saja saya butuh energi cukup,” ucapnya.
Otomatis, lanjutnya, bila menulis atau pun membaca dia harus kuat duduk berlama-lama di meja. Menyadari pentingnya kesehatan, sejak mulai bekerja sebagai loper koran ketika masih duduk di SMP, dia mengubah pola makannya.
Ayah dari 4 anak ini membiasakan diri memakan roti tawar dan segelas susu. Kebiasaan tersebut pun terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, meski memiliki lidah Jawa, dia mengaku lebih menyukai roti tawar daripada nasi.
“Setiap pagi saya makan roti tawar 2-4 buah dan segelas susu rendah kalori,” tuturnya. Meski demikian, dia tetap mengonsumsi nasi pada waktu siang hari dan malam hari. Itupun dibatasi hanya 1 entong (sendok nasi) saja.
Menurut buku-buku yang pernah dibacanya, roti tawar memiliki kandungan gizi sangat besar. Bahkan, produk olahan dari tepung ini lebih unggul nutrisinya dibandingkan nasi dan mie. Saat ini pun banyak jenis roti yang melengkapi nilai gizinya. Selain diperkaya serat, juga mengandung omega-3 untuk menangkal berbagai penyakit degeneratif. “Empat buah roti tawar menghasilkan kalori sama dengan sepiring nasi,” ujar kakek 8 cucu ini.
Kadar protein roti juga lebih tinggi dibanding nasi. Kandungan protein roti sebesar 13 %, sedangkan nasi hanya 4 %-8 % saja. Artinya, dengan 2 roti saja tubuh bisa menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk beraktivitas.
Sementara untuk susu, menurutnya sangat berguna bagi tulang. ”Saat menulis bisa seharian saya duduk, kalau tulang tidak bagus bisa sakit semua nanti,” katanya sambil tertawa.
Selain mengatur pola makan, pria yang masih aktif mengisi berbagai seminar bahasa Jawa ini juga rajin melakukan olahraga ringan setiap pagi. ”Untuk menggerakkan otot-otot supaya tidak regang, saya jalan-jalan di sekitar komplek perumahan saja,” katanya.
Setiap hari dia bangun tidur sekitar jam 03.00 WIB. Aktifitasnya dimulai dengan menulis apa saja yang ada difikirannya. Jika waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB dia jalan-jalan. Tak lupa dia menyiram 40 pohon Jamblang (Juwet) yang di tanamnya di sepanjang jalan komplek.”Lumayan buat pemanasan dalam menggerakkan tubuh, walau sepele itu sudah termasuk olahraga,” ungkapnya.
Diakuinya, semenjak istrinya meninggal pada 2002 silam, dia sendirilah yang mengatur perilaku hidupnya agar tetap sehat. Dia tak mau merepotkan anak-anaknya yang semuanya sudah berkeluarga, meski salah satunya tinggal serumah dengannya. ”Karena makan saya tidak neko-neko, cukup roti tawar, saya membelinya sendiri dari pedagang keliling yang berjualan di komplek rumah setiap pagi,” tuturnya.
Pengalaman spiritual tak luput ia rasakan dalam hidupnya. Ia mengaku mendapat banyak anugerah, salah satunya menulis yang merupakan amanah dan harus dijalankannya.”Mendapatkan kesehatan, bebas memilih dan masih mampu berkarya merupakan anugerah terindah dari Tuhan,” ungkapnya.m11
Diambil dari Surabaya Post Online
Selanjutnya.....
Arek asli Surabaya ini dikenal sebagai penulis cerita bersambung dan cerita pendek berbahasa Jawa. Ia juga jago dalam menulis novel berbahasa Indonesia.
Diakuinya, untuk bisa tetap berkarya sampai tua, diperlukan stamina dan kesehatan prima. “Meski cuma membaca dan menulis yang notabene tidak butuh keluar rumah, tetap saja saya butuh energi cukup,” ucapnya.
Otomatis, lanjutnya, bila menulis atau pun membaca dia harus kuat duduk berlama-lama di meja. Menyadari pentingnya kesehatan, sejak mulai bekerja sebagai loper koran ketika masih duduk di SMP, dia mengubah pola makannya.
Ayah dari 4 anak ini membiasakan diri memakan roti tawar dan segelas susu. Kebiasaan tersebut pun terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, meski memiliki lidah Jawa, dia mengaku lebih menyukai roti tawar daripada nasi.
“Setiap pagi saya makan roti tawar 2-4 buah dan segelas susu rendah kalori,” tuturnya. Meski demikian, dia tetap mengonsumsi nasi pada waktu siang hari dan malam hari. Itupun dibatasi hanya 1 entong (sendok nasi) saja.
Menurut buku-buku yang pernah dibacanya, roti tawar memiliki kandungan gizi sangat besar. Bahkan, produk olahan dari tepung ini lebih unggul nutrisinya dibandingkan nasi dan mie. Saat ini pun banyak jenis roti yang melengkapi nilai gizinya. Selain diperkaya serat, juga mengandung omega-3 untuk menangkal berbagai penyakit degeneratif. “Empat buah roti tawar menghasilkan kalori sama dengan sepiring nasi,” ujar kakek 8 cucu ini.
Kadar protein roti juga lebih tinggi dibanding nasi. Kandungan protein roti sebesar 13 %, sedangkan nasi hanya 4 %-8 % saja. Artinya, dengan 2 roti saja tubuh bisa menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk beraktivitas.
Sementara untuk susu, menurutnya sangat berguna bagi tulang. ”Saat menulis bisa seharian saya duduk, kalau tulang tidak bagus bisa sakit semua nanti,” katanya sambil tertawa.
Selain mengatur pola makan, pria yang masih aktif mengisi berbagai seminar bahasa Jawa ini juga rajin melakukan olahraga ringan setiap pagi. ”Untuk menggerakkan otot-otot supaya tidak regang, saya jalan-jalan di sekitar komplek perumahan saja,” katanya.
Setiap hari dia bangun tidur sekitar jam 03.00 WIB. Aktifitasnya dimulai dengan menulis apa saja yang ada difikirannya. Jika waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB dia jalan-jalan. Tak lupa dia menyiram 40 pohon Jamblang (Juwet) yang di tanamnya di sepanjang jalan komplek.”Lumayan buat pemanasan dalam menggerakkan tubuh, walau sepele itu sudah termasuk olahraga,” ungkapnya.
Diakuinya, semenjak istrinya meninggal pada 2002 silam, dia sendirilah yang mengatur perilaku hidupnya agar tetap sehat. Dia tak mau merepotkan anak-anaknya yang semuanya sudah berkeluarga, meski salah satunya tinggal serumah dengannya. ”Karena makan saya tidak neko-neko, cukup roti tawar, saya membelinya sendiri dari pedagang keliling yang berjualan di komplek rumah setiap pagi,” tuturnya.
Pengalaman spiritual tak luput ia rasakan dalam hidupnya. Ia mengaku mendapat banyak anugerah, salah satunya menulis yang merupakan amanah dan harus dijalankannya.”Mendapatkan kesehatan, bebas memilih dan masih mampu berkarya merupakan anugerah terindah dari Tuhan,” ungkapnya.m11
Diambil dari Surabaya Post Online