Thursday 18 February 2010

Suparto Brata dan Remaja Putri

Dalam rangka memperingati Bulan Bahasa, Hari Sumpah Pemuda, dan Hari Pemuda, Sekolah Ciputra yang beralamat Puri Widya Kencana CitraRaya Surabaya Barat ini pada puncak peringatan mengadakan talk show dengan tema “Nasionalisme Dalam Karya Sastra Dan Di Kalangan Anak Muda” pada hari Rabu, 4 November 2009 jam 13.30-15.00 WIB di Aula Sekolah Ciputra tersebut.
Yang menjadi narasumber tunggal adalah Bp Suparto Brata. Bp. Suparto Brata dijadikan narasumber oleh karena bukunya trilogi GADIS TANGSI (Penerbit Buku Kompas Jakarta 2003, 2006, 2007) selama tiga tahun belakangan ini menjadi buku wajib dibaca oleh kelas X, XI, XII dalam pelajaran bahasa dan sastera Indonesia. Pada puncak acara talk show itu sekolah yang terkenal dengan nama SEKOLAH CIPUTRA, An International and IB World School (International Education For Indonesian and Overseas Students, Guiding students to be independent learners, well rounded individuals and responsible pro-active citizens who have the knowledge, skill, attitudes and values for life in the 21st century) berbahasa pengantar Inggeris ini hanya menghadirkan pelajar kelas X dan XI. Sedangkan kelas XII yang sudah akan lulus (menempuh ujian penghabisan) untuk kelas bahasa Indonesia (kelas lainnya ada ekonomi, teknologi, dll) dianjurkan membuat paper atau menulis semacam penelitian mengenai buku sastera Indonesia. Mereka tidak dihadirkan di talk show, melainkan pada lain waktu dianjurkan datang dan mewawancarai Bp Suparto Brata di rumahnya yang bukunya sudah pada mereka bacai di pelajaran sekolah.

Dalam talk show, para pelajar yang kebanyakan remaja puteri, mereka aktif melangsungkan pertanyaan-pertanyaan yang analitik kepada narasumber. Terutama mengenai proses kepengarangan buku Gadis Tangsi, dan tema-tema buku lainnya yang juga ditulis oleh Suparto Brata. Banyak bertanya sekitar bagaimana cara mendalami cinta bangsa seperti yang ditulis dalam buku narasumber; bagaimana cara Bp. Suparto Brata menanamkan nasionalisme Indonesia malah bahkan patriotisme seperti yang terasa sekali dalam narasi buku-bukunya. Hal itu ditanyakan oleh pelajar puteri yang sedang menempuh dan belajar di sekolah internasional tadi, dengan alasan jawaban narasumber akan penting sekali untuk bekal kehidupan mereka yang meneruskan sekolah ke luar negeri. Pertanyaan-pertanyaan tadi memang sesuai dengan tema talk show “Nasionalisme Dalam Karya Sastra Dan Di Kalangan Anak Muda”. Sedang yang hadir dan interaktif dalam talk show itu (termasuk pembawa acara, moderator) semua remaja puteri etnis Cina. Peserta putera juga ada, tapi kelihatan kalah banyak jumlahnya dan kalah antusias interaktifnya dibanding dengan pelajar puterinya.

Antara lain Bp. Suparto Brata menganjurkan dalam jawabannya, “Tahun depan ini (2010) akan ada pemilihan Walikota Surabaya. Alangkah baiknya kalau Sekolah Ciputra sekarang ini mengadakan lomba penulisan esei yang judul dan temanya KALAU AKU JADI WALIKOTA SURABAYA. Pesertanya diwajibkan dari kalangan pelajar dari kelas IX. X, XI Sekolah Ciputra Surabaya. Agar pada semangat, sebaiknya panitia lomba (guru) menghubungi media massa cetak di Surabaya, agar mau menjadi juri atau sponsor, dan nanti pemenang lomba karangannya bisa dimuat dalam media massa cetak tersebut. Dengan begitu sudah sejak pelajar kelas IX (SMP klas 3) para remaja di Surabaya ini sudah dilatih mencintai dan ingin membangun tanahair berdasarkan penelitian kota tempat tinggal mereka yang dilihat dalam pengalaman hidup sehari-hari (Kota Surabaya). Dalam pemikiran mereka tentulah akan memperbaiki kotanya, memakmurkan kotanya, mencoba memikirkan perbaikan kota yang dirasakan kurang difasilitasi oleh walikotanya dan ingin mengatasi kesukaran hidup warga kotanya tadi. Jadi yang menggelar pemikiran membangun Kota Surabaya bukan hanya calon walikota Surabaya 2010 (calon walikota sesungguhnya) ketika berkampanye menggelar visi dan misinya. Dengan para remaja pernah memikir jadi Walikota Surabaya, sampai besok kalau sudah dewasa dan menjalani profesinya (profesinya apa saja, ya insinyir, ya dokter, ya hakim atau jaksa, ya guru sekolah), tentu masih terkenang cintanya akan Surabaya atau tanahair. Rasa nasionalisme membangun Kota Surabaya tetap menjadi jiwanya.” Begitu anjuran Bp Suparto Brata, narasumber talk show hari itu.



Selesai talk show, ingin membuat kenangan dengan narasumber (Bp Suparto Brata), para pelajar puteri yang aktif itu pada minta foto bersama.



Selain buku trilogi Gadis Tangsi yang jadi mata pelajaran, banyak pula di antara para pelajar puteri yang sudah punya buku dan membaca buku karangan Bp Suparto Brata lainnya, seperti SAKSI MATA (penerbit buku Kompas Jakarta 2002), AURORA SANG PENGANTIN (penerbit PT Grasindo Jakarta 2003), SAPUTANGAN GAMBAR NAGA (penerbit PT Grasindo Jakarta 2003). Senyampang ketemu mereka pada minta kesan/pesan dan tanda tangan pengarangnya pada buku-buku yang dimilikinya.


0 comments:

Post a Comment

 

Template by NdyTeeN